BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap keluarga pasti menginginkan untuk mempunyai bayi yang sehat dan cerdas supaya di kemudian hari bayi tersebut tumbuh menjadi generasi penerus yang berguna bagi orang tua, bangsa dan negara. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu adalah dengan memberikan makanan yang terbaik untuk bayi sejak dini (Tuti, 2000)
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena ASI mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi. Walaupun ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dengan bertambahnya umur, bayi yang sedang tumbuh memerlukan energi dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang didapat dari ASI Pada umumnya setelah bayi berumur 4-6 bulan ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, dengan demikian bayi memerlukan energi tambahan. (Paath, 2004:104).
Sejak tahun 2006, World Health Organitation (WHO) mencatat jumlah ibu yang memberi MP-ASI di bawah usia 2 bulan mencakup 64% total bayi yang ada, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan. Dari penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabotabek diperoleh fakta bahwa yang memberikan MP-ASI pada bayi umur 4 bulan sekitar 55%. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9 % dari ibu-ibu tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang MP-ASI (Roesli, 2000:2).
Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan selama tahun 2007 dari total. 11,01 bayi yang diperiksa terdapat 10.071 bayi sudah diberi MP-ASI sebelum berusia 6 bulan (Anonim, 2007). Sedangkan data dinas kesehatan Banyuwangi bagian kesehatan keluarga didapatkan data cakupan pemberian MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan sebesar 61,93 %. Di desa wringinpitu yang merupakan wilayah puskesmas Tegaldlimo terdapat 55 bayi yang berumur 6-12 bulan. 72,7% (40 bayi) sudah diberi makanan tambahan sebelum berumur 6 bulan, sisanya 27,3 (15 bayi) di beri makanan tambahan setelah umur 6 bulan.
Makanan tambahan harus diberikan pada umur yang tepat sesuai kebutuhan dan daya cerna bayi. Adanya kebiasaan masyarakat untuk memberikan nasi, pisang pada umur beberapa hari ada bahayanya, karena saluran pencernaan pada bayi belum sempurna. Makanan tambahan sebaiknya diberikan pada umur 6 bulan karena sistem pencernaannya sudah relatif sempurna. (Soraya, 2005).
Oleh sebab itu maka bidan sebagai edukator perlu memberikan pendidikan atau penyuluhan tentang pemberian makanan tambahan yang benar sehingga bayi bisa tumbuh kembang secara normal.
Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi Umur 6-12 Bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, peneliti membatasi pada Tingkat tahu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan.
Berdasarkan latar belakang diatas penelti merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi Umur 6-12 Bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis.
Penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengetahui secara spesifik mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan.
2. Secara Praktis.
Meningkatkan kualitas pengetahuan kesehatan khususnya pemberian makanan tambahan..
3. Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman nyata bagi peneliti dalam proses penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep Dasar Pengetahuan
a. Arti Pengetahuan
1) Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab “What”, sedang ilmu (science) bukan sekedar menjawab “What”, melainkan akan menjawab pertanyaan Why dan How” (Notoatmodjo, 2003:127).
2) Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003)
3) Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting untuk menentukan tindakan seseorang (Over behavior), karena dari pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam buku Notoatmodjo (2003:128) mengungkapkan bahwa sebelum orang tersebut menghadapi perilaku baru (berperilaku baru) dalam arti orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni :
a) Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b) Interest (merasa tertarik) dimana orang mulai tertarik kepada stimulus atau obyek tersebut.
c) Evaluation (menimbang-nimbang baik buruknya tindakan terhadap stimulus atau obyek tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial dimana orang telah melalui mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e) Adaptation, dimana obyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari perilaku baru atau adaptasi perilaku melalui proses seperti itu, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama, pada perilaku itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : pendidikan, budaya, perilaku, usia, dan sumber informasi (Notoatmodjo, 2003:121-122).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang mencakup didalam Domain Kognitif dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pada tingkat ini recall (mengingat kembali) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari/rangsang yang diterima, oleh sebab itu tingkat ini adalah yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehention)
Memahami dilakukan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar yang dilakukan dengan menjelaskan , menyebutkan contoh, dll.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi/penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan konteks/situasi lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi/suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lainnya.
5) Sintetis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan/menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan sintesis adalah kemampuan untuk informasi-informasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini kaitanya dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi/penelitan terhadap suatu materi yang ingin diukur dari subjek penelitian/responden.
c. Cara memperoleh Pengetahuan
1) Cara tradisional
a) Coba dan salah (trial and error)
Dipakai sebelum adanya peradaban kebudayaan yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan bila kemungkinan tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.
b) Cara kekuasaan (otoritas)
Sumber pengetahuan diperoleh dari pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Prinsipnya orang lain menerima pendapat dari orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik fakta empiris atau penularan sendiri.
c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dengan cara mengulangi kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
d) Jalan Pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya. Baik melalui induksi maupun deduksi, yang merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, dicari hubungan sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.
2) Cara modern (ilmiah)
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Untuk memperoleh kesimpulan dan melakukan dengan jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pernyataan-pernyataan terhadap semua fakta, sehubungan dengan objek penelitian (Notoatmodjo, 2002).
Dalam penelitian ilmiah, pengetahuan diperoleh berdasarkan penelitian yang sistematis, objektif, terkontrol dan dapat diuji yang dilakukan melalui metode deduktif dan induktif, selain itu metode ilmiah selalu dapat mengoreksi sendiri (self correction) sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat selalu diperbaiki dan dikembangkan.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Faktor internal
a) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun, semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang maka akan lebih matang dalam berfikir logis (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
b) Pendidikan
Menurut koencoroningrat (1997) bahwa pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga meningkatkan kualitas hidup. Oleh sebab itu makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001:133).
c) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
d) Pekerjaan
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarganya (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
2) Faktor eksternal
a) Informasi
Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang suatu keseluruhan makna yang menunjang amanat. Informasi memberikan pengaruh kepada seseorang meskipun orang tersebut mempunyai tingkat pendidikan rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media, maka hal ini akan dapat meningkatkan pengetahuan orang tersebut.
b) Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.(Nursalam dan siti pariani, 2001).
c) Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh sesuatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami proses belajar memperoleh sesuatu pengetahuan.
e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Skala pengetahuan ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk orang-orang yang menggunakan alternatif jawaban yang menggunakan peringkat yaitu setiap kolom menunjukkan nilai tertentu. Dengan demikian analisa dilakukan dengan mencermati benar atau salahnya jawaban yang dipilih oleh responden.
Prosedur perskala (scalling) yaitu penentuan pemberian angka atau skor yang harus diberikan pada setiap jawaban. Untuk Nilai jawaban yang “Benar” diberi nilai 1(satu), dan untuk jawaban yang “Salah” diberi nilai 0(nol).
Untuk menilai pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan adalah sebagai berikut :
P =
Keterangan :
P : Prosentase
F : Nilai yang diperoleh
n : Jumlah skor maksimal jika pertanyaan di jawab baik
Selanjutnya dimasukkan pada kriteria objektif sebagai berikut:
Baik = 76-100%
Cukup = 56-75%
Kurang = 40-55%
Tidak baik= <40% (Arikunto, 2006)
2. Konsep Dasar Makanan Tambahan
a. Arti Makanan Tambahan
Makanan tambahan atau pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006: 4).
b. Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan adalah kegiatan pemberian makanan atau minuman untuk menambah asupan zat gizi (Depkes RI, 2006:4).
Pemberian makanan tambahan terutama makanan padat dapat menggangu kelancaran produksi ASI bila mana diberikan sebelum bayi disusui (Pudjiadi, 2003). WHO dan IDAI mengeluarkan statement bahwa ASI eksklusif (ASI saja tanpa tambahan apapun bahkan air putih sekalipun) diberikan pada 6 bulan pertama kehidupan seorang bayi, kemudian setelah umur 6 bulan bayi baru mulai mendapatkan makanan tambahan berupa bubur susu, nasi tim, buah, dan sebagainya (Soraya, 2005).
c. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Menurut (Krisnatun, 2002) Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi yaitu :
1) Melengkapi zat gizi yang sudah ada.
2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.
3) Mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan.
4) Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi.
d. Keuntungan Memberikan Makanan Tambahan Setelah Usia 6 Bulan
1) Pemberian makanan tambahan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan ekstra atau besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem Imun bayi kurang 6 bulan belum sempurna.
2) Saat bayi berumur 6 bulan keatas sistem pencernaan sudah relative sempurna dan siap menerima makanan tambahan.
3) Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan saat bayi berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel sekitar usus belum siap untuk kandungan makanan.
4) Menunda pemberian makanan tambahan hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas dikemudian hari.
e. Akibat Memberikan Makanan Tambahan Terlalu Cepat (Sebelum Usia 6 Bulan)
1) Seorang bayi belum memerlukan makanan tambahan pada umur 0-6 bulan, jika makanan diberikan, bayi akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksinya lebih sedikit sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
2) Bayi mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit sehingga resiko infeksi meningkat.
3) Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak bersih.
4) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer (bubur yang berkuah atau sub), dimana makanan ini membuat lambung penuh tetapi kandungan nutrien lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi.
5) Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui (Departement of Nutrition for Healt and Development World Healt Organization, 2003).
f. Pola Pemberian ASI dan Makanan Tambahan Sesuai Umur
1) Umur 6-9 bulan
a) Beri ASI setiap kali anak menginginkan.
b) Mulai berikan makanan pendamping ASI seperti bubur susu, pisang dan pepaya lumat halus, air jeruk, air tomat saring.
c) Secara bertahap berikan bubur tim saring ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang/ hijau/santan/minyak.
d) Berikan makanan tambahan 2 kali sehari
e) Jumlah pemberian
Umur 7 bulan : 7 sendok makan
8 bulan : 8 sendok makan
2) Umur 9-12 bulan
a) Beri ASI setiap kali anak menginginkan.
b) Kenalkan makanan keluarga secara bertahap, mulai dari bubur nasi, nasi tim, sampai makanan keluarga.
c) Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/ bayam/kacang hijau /santan/minyak.
d) Berikan 3 kali sehari dengan jumlah,
Umur 9 bulan : 9 sendok makan
10 bulan : 10 sendok makan
11 bulan : 11 sendok makan
e) Beri makanan selingan 2 kali sehari.
f) Beri buah-buahan atau sari buah (Depkes RI, 2007:32).
g. Cara Pemberian Makanan Tambahan
1) Berikan secara hati-hati sedikit demi sedikit dari bentuk encer kemudian lebih kental secara berangsur-angsur.
2) Makanan diperkenalkan satu persatu sampai bayi benar-benar dapat menerimanya.
3) Makanan yang dapat menimbulkan alergi diberikan paling akhir dan harus dicoba sedikit demi sedikit.
4) Pada pemberian makanan, jangan dipaksa sebaiknya diberikan pada waktu lapar.
h. Faktor yang menyababkan bayi menolak makanan pendamping ASI. Anak menolak makanan pendamping ASI merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan kurang gizi.
1) Anak sakit selera makan anak berkurang atau hilang bila ada infeksi, cacingan, sakit mulut, atau sakit tenggorokan.
2) Anak tidak senang misalnya ibu sering keluar rumah atau baru melahirkan. Anak membutuhkan ekstra perhatian dan kasih sayang terutama menjelang makan.
3) Gigi anak sedang tumbuh berikan benda bersih dan keras untuk dikunyah, misalnya sendok.
Untuk mengatasi masalah ini maka :
1) Memulai mengatasi makanan pendamping ASI yang sesuai komposisinya dengan umur bayi.
2) Memperhatikan selera makan anak dan memberikan kasih sayang terutama bila anak sakit atau ibu baru melahirkan.
3) Jangan pernah memberikan makanan pendamping ASI dalam susu botol.
i. Anjuran rangsangan perkembangan untuk bayi umur 6-12 bulan :
1) Bantu dan latih bayi duduk.
2) Ajak bayi bermain CI LUK BA.
3) Beri bayi biskuit dan ajari cara memegang biskuit.
4) Main dengan bayi, ajari menjimpit benda kecil menggunakan 2 jari. Latih bayi berjalan berpegangan.
5) Ajari bayi makan sendiri menggunakan piring dan sendok.
6) Ajari bayi bicara sesering mungkin.
7) Latih bayi menirukan kata-kata ma... ma.... pa.... pa....
8) Bantu bayi berdiri.
9) Jika sudah bisa berdiri, bantu dan latih bayi mainan berpegangan.
10) Beri bayi mainan yang bersih dan aman untuk bermain dan dipukul.
j. Tumbuh Kembang bayi
1) Pada umur 9 bulan bayi bisa:
a) Duduk sendiri.
b) Mengucap ma...... ma...... pa...... pa......
c) Senang bermain sendiri dan bertepuk tangan.
d) Memegang biskuit.
2) Pada umur 12 bulan bayi bisa :
a) Bermain CI LUK BA.
b) Menjimpit benda kecil.
c) Meniru kata sederhana papa, dada.
d) Berdiri dan jalan berpegangan.
B. Kerangka Konsep
Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan, meliputi: 1. Pengertian pemberian makanan tambahan 2. Tujuan pemberian makanan tambahan 3. Keuntungan pemberian makanan tambahan 4. akibat pemberian makanan tambahan 5. Cara pemberian makanan tambahan
Baik = 76-100% Cukup = 56-75% Kurang baik = 40-55% Tidak baik = <40%
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Sumber : Nursalam, 2001 dan Arikunto, 2006
Gambar 2.1 Kerangka konsep pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009.
Berdasarkan pengetahuan dari kerangka diatas dapat dijelaskan bahwa pengetahuan ibu di pengaruhi oleh faktor yang terdiri dari pengalaman, pendidikan, informasi, dan sosial budaya. Faktor-faktor tersebut semuanya tidak di teliti. Sedangkan pada tingkat pengetahuan yang di teliti sebatas tahu saja tentang pemberian makanan tambahan, tujuan pemberian makanan tambahan, keuntungan pemberian makanan tambahan, akibat pemberian makanan tambahan, cara pemberian makanan tambahan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancang Bangun Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada proses penelitian (Nursalam, 2003:81).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2001 : 138).
Sedangkan rancang bangun penelitian yang digunakan adalah Deskriptif kuantitatif.
B. Variabel
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2002 : 70).
1. Jenis Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan.
20
2. Definisi Operasional Variabel
Adalah definisi yang berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (ukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. (Nursalam, 2003: 105). Definisi operasional ini akan menunjukkan alat pengambilan data yang cocok di gunakan atau mengacu bagaimana mengukur suatu variabel.
Tabel 3.1 : pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi numur 6-12 bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009.
Variabel | Definisi Operasional | Kriteria | Skala |
pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan | Hasil tahu, atau pemahaman ibu yaitu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan, meliputi: 1. Pengertian pemberian makanan tambahan 2. Tujuan pemberian makanan tambahan 3. Keuntungan pemberian makanan tambahan 4. akibat pemberian makanan tambahan 5. Cara pemberian makanan tambahan | Pernyataan Baik 76-100% Cukup 56-75% Kurang baik 40-55% Tidak baik <> | Ordinal |
C. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian / obyek yang akan diteliti sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002:80). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan di Desa Wringinpitu sebanyak 55 responden.
D. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006 : 131). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang memberikan makanan tambahan di Desa Wringinpitu yaitu sebanyak 55 responden.
Tehnik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan tehnik Total sampling.
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009
F. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan maka peneliti memperoleh dengan cara, peneliti terlebih dahulu meminta surat pengantar dari institusi. Setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Desa, peneliti mulai melakukan pengumpulan data. Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah berupa kuesioner. Kuesioner yaitu suatu cara pengumpuolan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah dengan menyediakan pernyataan kepada sejumlah obyek (Notoatmodjo, 2005).
Dalam pengumpulan data pada penelitian digunakan alat berupa kuesioner tertutup yang diberikan pada responden yang memenuhi kriteria. Untuk kuesioner pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan, bila jawaban “Benar” diberi nilai 1(satu), dan jawaban “Salah” diberi nilai 0 (nol).
(Yanto dan Ummi, 2009)
Sebelumnya peneliti memberikan inform Concent (lembar persetujuan) terlebih dahulu kepada responden yang isinya menerangkan bahwa responden bersedia untuk dijadikan obyek penelitian. Setelah responden setuju, kemudian peneliti membagikan kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang diajukan secara tertulis.
G. Teknik Analisa Data
Tehnik Pengolahan data merupakan kegiatan untuk merubah data mentah menjadi bentuk data yang ringkas dan disajikan serta dianalisis sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Nursalam, 2003).
Langkah-langkah pengolahan datanya sebagai berikut:
1. Editing
Data yang terkumpul diedit di lapangan untuk memastikan semua jawaban responden sesuai dengan maksud pernyataan dan memerilsa jika terdapat kuesioner yang belum diisi atau pengisian tiak sesuai dengan petunjuk.
2. Scoring
Merupakan tahap kedua setelah editing dimana peneliti memberikan skor pada setiap kuesioner yang diisi oleh responden. Untuk jawaban yang “Benar” diberi nilai 1, dan untuk jawaban “Salah” di beri nilai 0.
3. Tabulating
Data yang bersifat kuantitatif yang berwujut angka-angka hasil perhitungan dan diproses dengan cara tabulasi.
H. Analisa Data
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan disajikan dalam bentuk prosentase menggunakan rumus.
Untuk menilai pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan adalah sebagai berikut :
P =
Keterangan :
P = prosentase
F = Nilai yang diperoleh
n = Jumlah skor maksimal jika pertanyaan dijawab baik.
Selanjutnya dimasukkan pada kriteria objektif sebagai berikut :
Baik = 76 – 100 %
Cukup = 56-75 %
Kurang baik = 40-55%
Tidak baik = <>
(Nursalam, 2003 : 124)
I. Etika penelitian
Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan dengan etika, tujuan penelitian ini harus etis dalam arti hak-hak responden harus dilindungi. (Nursalam, 2003)
Penelitian ini dimulai dengan melakukan berbagai prosedur yang berhubungan dengan etika penelitian yang meliputi:
1. Inform consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan tujuan agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan akan menghormati hak-haknya.
2. Anomity (tanpa nama)
Subjek tidak perlu mencantumkan nama dalam kuesioner untuk menjaga privasi, untuk mengetahui keikutsertaan subjek peneliti menulis inisial nama pada masing-masing lembar pengumpulan data.
3. Confidentially (kerahasian)
Kerahasiaan informasi yang telah diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti.
J. Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
Kuesioner yang peniliti buat sendiri dan belum pernah diuji cobakan sehingga reabilitas dan validitasnya perlu disempurnakan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran lokasi tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wriningpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi pada bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan sampel 55 responden. Luas wilayah Desa Wringinpitu adalah 958.860 Ha. Diseblah utara berbatasan dengan Desa Plampangrejo dan Sumberberas, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tegaldlimo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kedung gebang, sebelah barat berbetasan dengan Desa Sidorejo. Desa Wringinpitu dipimpin oleh 1 orang kepala desa, terdiri dari 3 dusun, 56 RT dan 11 RW, sarana dan prasarana yang ada di desa ini antara lain terdapat 1 bangunan gedung Balai Desa, 11 Masjid, 3 bangunan Gereja, 1 Pura, 1 Wihara, 7 bangunan Sekolah Dasar dan MI, 8 bangunan sekolah TK, 2 bangunan Pondok Bersalin/BKIA. Terdapat 2 bidan desa yang membawai 10 Posyandu yang dibantu 45 kader desa.
27
2. Data Umum
a. Karaktersitik pendidikan responden
Tabel 4.1 : Distribusi frekwensi responden berdasarkan pendidikan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada tanggal 21 – 31 Juli 2009.
Pendidikan | Frekwensi | |
N | Prosentase % | |
SD | 7 | 12,7 |
SMP | 9 | 34,5 |
SMA/SMK | 28 | 50,9 |
PT | 1 | 1,8 |
JUMLAH | 55 | 100 |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak 28 orang (50,9%) dan sebagian kecil responden memiliki tingkat pendidikan Perguruan tinggi yaitu sebanyak 1 orang (1,8%)
b. Karakteritik umur responden
Tabel 4.2 : Distribusi frekwensi responden berdasarkan umur di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada tanggal 21 – 31 Juli 2009.
Umur (Tahun) | Frekwensi | |
N | Prosentase % | |
<> | 3 | 5,4 |
20 – 35 | 45 | 81,8 |
> 35 | 7 | 12,7 |
JUMLAH | 55 | 100 |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden memiliki umur20 – 35 tahun yaitu sebanyak 45 orang (81,8%) dan sebagian kecil responden memiliki umur <20>
c. Karakteristik pekerjaan responden
Tabel 4.3: Distribusi frekwensi responden berdasarkan pekerjaan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada tanggal 21– 31 Juli 2009.
Pekerjaan | Frekwensi | |
N | Prosentase % | |
Tidak bekerja/IRT | 32 | 58,2 |
Swasta | 22 | 40 |
PN | 1 | 1,8 |
JUMLAH | 55 | 100 |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden tidak bekerja/ibu rumah tangga yaitu sebanyak 32 orang (58,2%) dan sebagian kecil responden yang bekerja sebagai PN yaitu sebanyak 1 orang (1,8%).
d. Karakteristik paritas/jumlah anak responden
Tabel 4.4: Distribusi frekwensi responden berdasarkan paritas/jumlah anak di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada tanggal 21– 31 Juli 2009.
Jumlah Anak | Frekwensi | |
N | Prosentase % | |
1 – 2 orang | 47 | 85,5 |
3 – 4 orang | 7 | 12,7 |
> 4 orang | 1 | 1,8 |
JUMLAH | 55 | 100 |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa sebagian responden memiliki jumlah anak 1 – 2 orang yaitu sebanyak 47 orang (85,5%) dan sebagian kecil responden memiliki jumlah anak >4 yaitu sebanyak 1 orang (1,8%)
3. Data Khusus
a. Pengetahuan ibu tentang pengertian makanan tambahan
Tabel 4.5: Distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di Desa Wringinpitu kecamatan Tegaldlimo pada tanggal 21-31 Juli 2009.
Pengetahun Ibu | Frekwensi | |
N | Prosentase % | |
Tidak baik | 0 | 0 |
Kurang baik | 3 | 5,5 |
Cukup | 34 | 61,8 |
Baik | 18 | 32,7 |
Jumlah | 55 | 100 |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden memiiki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 34 orang (61,8%) dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 3 orang (5,5%). Dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan tidak baik
B. Pembahasan
1. Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 55 responden lebih dari 50% responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak 28 orang (50,9%) dan sebagian kecil responden yang memiliki tingkat pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 1 orang (1,8%).
Berdasarkan tabulasi silang pendidikan responden dengan pengetahun ibu tentang pemberian makanan tambahan diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 28 orang, dimana 29,1% berpengetahuan baik dan 21,% berpengetahun cukup. Sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 7 orang dimana 9,1% berpengetahuan cukup dan 3,6% berpengetahuan kurang baik. Seperti yang telah dijelaskan oleh Koencoroningrat (1997) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
Dari uraian di atas semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula untuk menerima informasi. Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah dalam merawat bayinya terutama dalam pemberian makanan tambahan, seperti ibu-ibu yang ada di Desa Wringinpitu yang sudah memiliki pendidikan yang baik yaitu SMA/SMK.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 55 responden sebagian besar responden memiliki umur antara 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 45 orang (81,8%) dan sebagin kecil responden yang memiliki umur <20>
Berdasarkan tabulasi silang umur responden dengan pengetahun ibu tentang pemberian makanan tambahan diketahui bahwa responden yang memiliki umur antara 20 – 35 tahun sebanyak 45 orang, dimana 29,1% berpengetahuan baik dan 52,7% berpengetahuan cukup. Sedangkan responden yang memiliki umur <20>
Berdasarakan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 55 responden lebioh dari 50% tidak bekerja yaitu sebanyak 32 orang (58,2%) dan sebagian kecil responden yang bekerja sebagai PN yaitu sebanyak 1 orang (1,8%).
Berdasarkan tabulasi silang pekerjaan responden dengan pengetahun ibu tentang pemberian makanan tambahan diketahui bahwa responden yang tidak bekerja/IRT sebanyak 32 orang dimana 20% berpengetahuan baik, 34,5% berpengetahuan cukup, dan 3,6% berpengetahuan kurang. Sedangkan responden yang bekerja sebagai swasta sebanyak 22 orang, dimana 10,9% berpengetahun baik, 27,3% berpengetahuan cukup, dan 1,8% berpengetahuan kurang. Seperti yang dijelaskan oleh Markum (1991) bahwa bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga yang pada kenyataannya bahwa rutinitas dan aktifitas pekerjaan secara umum memang lebih banyak menyita waktu, pikiran dan tenaga (Nursalam dan Siti Pariani, 2001:133). Ibu-ibu yang ada di Desa Wringinpitu ini lebih dari 50% adalah ibu tidak bekerja/ibu rumah tangga sehingga sebagian besar waktunya digunakan untuk mengasuh serta merawat bayinya dimana ibu-ibu tersebut lebih banyak memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi terutama dalam pemberian makanan tambahan bisa melalui media masa atau media elektronik. Meskipun demikian ada sebagian dari responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pemberian makanan tambahan secara tepat.
Berdasarakan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 55 responden sebagian memiliki jumlah anak antara 1 – 2 orang yaitu sebanyak 47 orang (85,5%) dan sebagian kecil responden yang memiliki jumlah anak >4 yaitu sebanyak 1 orang (1,8%).
Berdasarkan tabulasi silang paritas/jumlah anak responden dengan pengetahun ibu tentang pemberian makanan tambahan diketahui bahwa responden yang memiliki jumlah anak antara 1 – 2 orang sebanyak 47 orang, dimana 25,4% berpengetahuan baik, 54,5% bepengetahuan cukup, dan 5,5% berpengetahuan kurang. Sedankan responden yang memiliki jumlah anak antara 3 – 4 orang sebanyak 7 orang dimana 5,5% berpengetahuan baik, dan 7,3% berpengetahuan cukup. Seperti yang telah dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dimana pengetahuan ini akan mendasari perilaku seseorang dari pengetahun yang didapat oleh ibu tersebut tentang pemberian makanan tambahan maka akan mempengaruhi sikap dalam penerapan secara langsung.
2. Pengetahuan ibu tentang pengertian pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interprestasi data yang didapat bahwa lebih dari 50% berpengetahuan cukup yaitu 30 responden (54,5%) kurang dari 50% berpengetahuan baik yaitu 16 responden (29%) dan kurang dari 50% berpengetahuan kurang yaitu 9 resonden (16,4%). Hal ini dapat dilihat dari jawaban yang benar pada kuisioner tentang pengertian pemberian makanan tambahan. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan mereka rata-rata tinggi dan cukup yaitu perguruan tinggi dan SMA disamping itu juga ditunjang sebelumnya mereka ada yang pernah mendapatkan informasi tentang pemberian makanan tambahan dari media atau penyuluhan, pencapaian pengetahuan cukup diatas mungkin disebabkan oleh pendidikan responden yang cukup tinggi dan adanya pengalaman dalam cara pemberian makanan tambahan dan pernah mendapat informasi.
Meskipun ada responden berlatar belakang pendidikan hanya SMP namun pernah mendapat informasi dari media atau penyuluhan dan mempunyai pengalaman tentang pemberian makanan tambahan. Hal ini disebabkan oleh informasi yang didapat menurut Notoatmodjo (2005) mengatakan pengalaman merupakan guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, dan pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Kurang dari 50% responden memiliki pengetahuan kurang 3 responden (5,5%). Hal ini dapat dilatarbelakangi pendidikan SD dan SMP disamping itu juga tidak pernah mendapatkan informasi dan kurang memiliki pengalaman dalam pemberian makanan tambahan. Hal ini dapat diperkuat oleh Notoatmodjo (2005) bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan.
Pendidikan berhubungan dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek kelakukan yang lain, dan merupakan proses belajar dan mengajar. Pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan (Notoamtmofjo, 2003).
3. Pengetahuan ibu tentang tujuan pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interpretasi data yang didapat diketahui bahwa dari 55 responden kurang dari 50% berpengetahuan kurang yaitu 3 responden (5,5%), berpengetahuan cukup yaitu 32 responden (58,2%), berpengetahuan baik yaitu 18 responden (32,7%).
Sebagian besar responden menjawab pada item soal yang benar tentang tujuan pemberian makanan tambahan yaitu melengkapi zat gizi yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan yang cukup yaitu SMP dan SMA disamping itu juga pernah mendapat informasi.
Pengetahuan cukup diatas mungkin disebabkan pendidikan responden yang cukup dan pernah mendapat informasi tentang tujuan pemberian makanan tambahan dan adanya pengalaman dalam pemberian makanan tambahan. Pendapat Notoatmodjo (2203) bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pengalaman, fasilitas, dan sosial budaya. Disamping itu juga responden yang tidak bekerja yaitu 18 responden (13,2%) sehingga mempunyai banyak waktu luang untuk memperoleh informasi tentang pemberian makan tambahan. Hal ini dimungkinkan karena bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Kurang dari 50% berpengetahuan kurang yaitu 3 responden (5,5%). Hal ini dapat dilihat dari jawaban yang salah tentang tujuan pemberian makanan tambahan pada item tujuan pemberian makanan yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengunyah dan menelan. Hal ini dapat dilatar belakangi pendidikan yang baik, tetapi kurang mempunyai pengalaman tentang pemberian makanan tambahan. Hal ini diperkuat oleh Notoatmodjo (2005) bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan.
4. Pengetahuan ibu tentang keuntungan pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interpretasi data dapat diketahuai bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup yaitu 31 responden (56,4%), kurang dari 50% berpengetahuan baik yaitu 11 responden (20%), berpengetahuan tidak baik yaitu 7 responden 12,7%, dan berpengetahuan kurang yaitu 6 responden (10,9%).
Sebagian besar responden berpengetahuan cukup yaitu 31 responden (56,4%). Hal ini dilihat dari jawaban yang benar pada item soal keuntungan pemberian makanan tambahan yaitu menghindarkan bayi dari diare bila diberikan setelah berumur 6 bulan. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan yang cukup, disamping itu juga ditunjang sebelumnya mereka pernah mendapatkan informasi tentang keuntungan pemberian makanan tambahan dan mempunyai sedikit pengalaman.
Kurang dari 50% responden memiliki pengetahuan tidak baik yaitu 7 responden (12,7%). Hal ini dapat dilihat dari jawaban item soal yang salah. Hal ini dapat diperkuat dengan jawaban responden tentang keuntungan pemberian makanan tambahan. Responden tidak pernah mendapatkan informasi dari media dan penyuluhan, dan sebagian besar responden berpendidikan rendah yaitu SD.
Hal ini dimungkinkan karena tidak memahami informasi tentang pemberian makanan tambahan yang diperoleh, menurut Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa memahami yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menginterprestasikan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterprestasikan dengan benar.
Kurang dari 50% berpengetahuan kurang yaitu 6 responden (10,9%). Hal ini dilihat dari item soal tentang keuntungan pemberian makanan tambahan. Pencapaian pengetahuan kurang hal ini disebabkan pendidikan yang rendah tidak mempunyai pengalaman dan tidak pernah mendapatkan informasi. Hal ini diperkuat oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman merupakan guru yang baik untuk memperoleh pengetahuan.
5. Pengetahuan ibu tentang akibat pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interpretasi data dapat diketahui bahwa sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 27 responden (49%), 16 responden (29%) berpengetahuan cukup, 9 responden (16,4%) berpengetahuan tidak baik, dan 3 responden (5,5%) berpengetahuan baik.
Sebagian besar responden berpengetahuan kurang yaitu 27 responden (49%). Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan cukup yaitu SMP dan SMA, disamping itu juga kurang mendapat infromasi tentang akibat pemberikan makanan tambahan dan kurang pengalaman mengenai akibat pemberian makanan tambahan. Hal ini dapat diperkuat oleh Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengalaman merupakan guru yang baik yang bermakna bahwa pengalaman itu sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Kurang dari 50% berpengetahuan baik yaitu 3 responden (5,5%). Hal ini dapat dilatarbelakangi pendidikan yang cukup yaitu SMP dan SMA, tetapi memiliki pengalaman tentang pemberian makanan tambahan.
6. Pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interpretasi data dapat diketahui bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup yaitu 33 responden (60%), 12 responden (21,8%) berpengetahuan kurang, 10 responden (18,2%) berpengetahuan baik.
Sebagian besar responden berpengetahuan cukup yaitu 33 responden (60%). Hal ini dapat dilihat dari latarbelakang pendidikan cukup yaitu SMP dan SMA, disamping itu juga pernah mendapat informasi tentang cara pemberian makanan tambahan dan mempunyai pengalaman mengeni cara pemberian makanan tambahan. Hal ini dapat diperkuat Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik.
Kurang dari 50% berpengetahuan baik yaitu 10 responden (18,2%). Hal ini dapat dilihat dari jawaban yang benar tentang cara pemberian makanan tambahan. Hal ini dapat dilatarbelakangi pendidikan yang cukup, pernah mendapat informasi tentang pemberian makanan tambahan sekali, dan tidak memiliki pengalaman tentang pemberian makanan tambahan. Hal ini diperkuat oleh Notoatmodjo (2005) bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan.
Berdasarkan uraian di atas, semakin tinggi pendidikan maka semakin bail pula dalam mengaplikasikan materi dalam perkembangan anak yang diperoleh. Responden yang berpendidikan tinggi akan lebih baik dalam hidup sehat diabandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah dan tidak pernah mendapatkan informasi.
Meskipun ada responden yang tidak mempunyai pengalaman dalam pemberian makanan tambahan namun berpendidikan tinggi dan pernah mendapat informasi akan membentuk pengetahuan yang baik. Hal ini dimungkinkan karena memahami informasi tentang faktor yang mendukung, menurut Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa memahami yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menginterprestasikan secara benar tentang objek yangdiketahui dan dapat diinterprestasikan dengan benar.
Kurang dari 50% berpengetahun baik yaitu responden 10 (18,2%), pencapaian pengetahuan baik mungkin disebabkan pendidikan yang tinggi. Mempunyai pengalaman dan pernah mendapat informasi. Hal ini diperkuat oleh Notoatmodjo (2005) bahwa pengalaman merupakan guru yang baik dan merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 21 – 31 Juli 2009 yang telah ditabulasi dan dibahas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6 – 12 tahun di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi dalam kategori cukup yaitu sebanyak 34 orang (61,8%).
B. Saran
1. Bagi Responden
a. Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan dalam ketagori cukup oleh karenanya diharapka responden khususnya ibu yang memiliki bayi untuk meningkatkan pengetahuannya dengan mengikuti penyuluhan tentang PMT matau melalui informasi, media masa (koran, majalah) maupun media elektronik TV atau radio).
b. Diharapkan ibu untuk lebih memperhatikan asupan makanan pada bayi.
c. Sebagian besar ibu-ibu memiliki pengetahuan cukup, oleh sebab itu harus lebih di tingkatkan lagi agar bisa menjadi lebih baik.
42
2. Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan lebih sering memberikan penyuluhan tentang pemberian makanan tambahan dengan meningkatkan sarana berupa poster, leaflet dan stiker. Bila perlu diadakan mini lokakarya berupa acara tanya jawab.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan wacana atau tambahan kepustakaan bagi pembaca atau peneliti selanjutnya.
4. Bagi Mahasiswa Kebidanan
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dikembangkan lagi serta mencari faktor-faktor penyebab lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Almastier, Sunita (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Anonim. (2007). Kasus Gizi Buruk di Wilayah Jawa Timur, (Online) (http://www.republika.co.id, diakses 14 Mei 2008)
Arikunto. S (2006). Prosedur penelitian . Jakarta : Rineka Cipta
Tuti. (2000). ASI Eksklusif. (online) (http://pd.persi.co.id)
Depkes RI. (2006). Pedoman Umum Pemberian MP-ASI Lokal. Surabaya : Bakti Husada
Depkes RI dan JICA (2006). Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Sub Dinas Kesga & Gizi.
Moedjianto, Sarmini. (2009). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Majapahit : Mojokerto.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam @ Siti Pariani. (2001). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto.
Paath, Erna Arcan, dkk. (2004). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Soraya.(2005). Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini, (online) (http://www.bayikita.wordpress.com, diakses 7 November 2007)